Pendapat Jumhur Ulama Tentang Hukum Khitan

- 9 Juni 2022, 21:53 WIB
Pendapat Jumhur Ulama Tentang Hukum Khitan/
Pendapat Jumhur Ulama Tentang Hukum Khitan/ /Bessi/Pixabay/

BeritaSampang.com - Berbagai macam cara melaksanakan khitanan wanita di setiap daerah dan suku di seluruh Indonesia.

Pada prinsipnya tidak berbeda dengan cara pelaksanaan yang telah ditempuh oleh para Şahabat Nabi; yaitu mengiris sedikit alat kelamin tertentu sampai berdarah.

Di masyarakat Jawa dan Madura misalnya, anak perempuan dikhitan ketika masih bayi, yang dilakukan oleh dukun atau bidan, ketika anak berumur 7 - 40 hari.

Baca Juga: Lirik Lagu Budi Doremi ‘Tak Kan Hilang’

Tetapi di masyarakat Sulawesi mempunyai cara lain: yaitu anak perempuan dikhitan bersamaan waktunya dengan upacara khataman Al Qu'ran.

Dan yang bertugas mengkhitankan adalah dukun, dan juga biasanya guru yang pernah mengajarkan mengaji sampai tamat.

Hukum dari khitan tersebut sebenarnya, ajaran khitanan adalah warisan dari ajaran Nabi Ibrahim AS yang turun-temurun, dianut oleh umat-umat sesudahnya sampai dikuatkan lagi dalam ajaran Islam, sehingga menjadilah ajaran yang harus dianut oleh umat Islam.

Baca Juga: Prakiraan Cuaca di Wilayah Jombang dan Sekitarnya Hari Ini, Jumat, 10 Juni 2022

Keterangan tentang ajaran khitanan yang bersumber dari Nabi Ibrahim, di kemukakan dalam beberapa riwayat antara lain berbunyi:

وروي أن إبراهيم عليه السّلام اختتن بالقدوم

 

Artinya: Dan diriwayatkan bahwa Nabi Ibrahim AS dikhitan dengan (me makai) kapak. (Abu Ishaq al-Shirazi, Al-Muhadzdzab, juz I, Isa Al-Babi Al-Halabi Mesir, hal 14).

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa kata بالقدوم , disini bukan dimaksudkan kapak, tetapi nama suatu desa yang berada di wilayah Negeri Syam. Maka desa itulah tempat Nabi Ibrahim dikhitan.

Baca Juga: Jasad Eril Akhirnya Ditemukan, Kepolisian Swiss Konfirmasi Penemuan di Bendungan Engehalde

Karena perkara khitanan termasuk salah satu dari beberapa ajar an Nabi Ibrahim, maka hal itu diterapkan pula kepada anaknya yang bernama Ishaq dan Ismail, sebagaimana riwayat Makhül yang telah dikemukakan oleh Ibnu Qayyim Al Jauziyah yang mengatakan:

 

ختن إبراهيم ابنه إسحاق لسبعة أيام وختن إسماعيل لثلاث عشرسنة.

 

Artinya: Nabi Ibrahim mengkhitankan anaknya yang bernama Ishaq ke tika berumur 7 hari, dan mengkhitankan Ismail ketika berumur 13 ta hun. (Ibnu Qayyim A1-Jauziyah, Zadul Maad Fil-Imam al-Marsalin, Juz II, Al Math'atul Mişriyah, tt, hal, 40).

Pendapat yang lebih condong adalah Madzhab Syafi'iyah dan Hanabilah, yang menetapkan wajib hukumnya mengkhitankan anak laki-laki.

Pendapat tersebut dikemukakan oleh Husnain Muham mad Makhluf yang mengatakan:

Baca Juga: Jasad Emmeril Khan Mumtadz Ditemukan, Atalia Praratya : Tes DNA Sama dengan Saya!

وان ختان الذكر واجب شرعا ، وهو شعا للشيين و ملة إبراهيم عليه السلام، وهو مذهب الشافعية والحنابلة.

 

Artinya: Dan sesungguhnya khitanan anak laki-laki, diwajibkan menurut sara' (agama), karena termasuk syiar Islam dan ikutan kepada ajaran nabi Ibrahim AS. Hal ini termasuk penetapan Madzhab Syafi'iyah dan Hanabilah. (Husnain Muhammad Makhlüf, op cit, Juz I, hal. 142).

Tentang wajibnya khitanan laki-laki, berdasarkan pada sebuah ayat yang mengatakan:

قل صدق الله فاتبعواملة إبراهيم حنيفا وما كان من المشركين.

Baca Juga: Lirik Lagu Tiara Andini feat Vidi Aldiano ‘Buktikan’

Artinya: Katakanlah: Benarlah, (apa yang difirmankan) Allah. Maka ikuti lah agama Ibrahim yang lurus, bukanlah dia termasuk orang-orang yang musyrik. (Q.S. Ali Imran, ayat 95).

Maksud perintah (kewajiban) mengikuti agama Nabi Ibrahim pada ayat tersebut adalah melaksanakan seluruh ajarannya, termasuk di dalamnya khitanan. Maka ayat ini termasuk dasar diwajibkannya khitanan bagi laki-laki dalam Agama Islam.

Mengenai status hukum khitanan wanita yang ditetapkan oleh Madzhab Hanafiyah, Malikiyah dan Hanabilah sebagai sunnat itulah yang disetujui penulis, dengan berdasarkan sebuah Hadith yang ber bunyi:

أن امرأة كانت تخين بالمدينة فقال لها النبي صلى الله عليه وسلم لانتهكي فإن ذلك أحظى للمرأة. (رواه أبوداودعن أم عطية)

 

Artinya: Bahwasanya seorang perempuan mengkhitankan di Madinah, maka Nabi SAW berkata kepadanya; Janganlah engkau merusak (alat kelaminnya), karena hal itu merupakan kehormatan bagi perempuan. H.R. Abu Daud yang bersumber dan Ummi 'Athiyah.

Dapat ditegaskan lagi bahwa pendapat yang menetapkan bahwa khitanan laki-laki hukumnya wajib.

Hal ini berdasarkan beberapa keterangan di atas, disertai dengan alasan lain bahwa khitanan itu merupakan wahana untuk melakukan taharah dari najis (habats) yang status hukumnya wajib.

Sedangkan terhadap khitanan perempuan, maka pendapat yang menetapkan status hukumnya sunnat berdasarkan keterangan di atas.

Baca Juga: Lirik Lagu 'Berdamai' dari Raisa

Hal tersebut disertai dengan alasan bahwa tidak ada alat kelamin perempuan yang perlu dibuang untuk kepentingan taharah.

Sebagaimana halnya kelamin laki-laki yang harus dibuang sebagian kulitnya ketika dikhitan. 

Dan disunnatkan perempuan agar dikhitan hanya sebagai ikutan terhadap ajaran Nabi Ibrahim bila disanggupinya.*** 

Editor: Nurul Azizah

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah