Maka di antara para ahli nahwu ada yang menyatakan bahwa nama itu (Allah) adalah ismun jamid, yaitu nama yang tidak mempunyai kata dasar.
Al-Qurthubi mengutip hal itu dari sejumlah ulama di antaranya Imam Syafi'i, al-Khathabi, Imamul Haramain, al-Ghazali, dan lain-lainnya.
Baca Juga: Surat Al-Baqarah Ayat 132 Lengkap dengan Terjemah dan Tafsirnya
Dari al-Khalil dan Sibawaih diriwayatkan bahwa "ا" dan "ل" dalam kata "الله" merupakan suatu yang lazim (tak terpisahkan).
Al-Khathabi mengatakan, tidakkah anda menyadari bahwa anda dapat menyerukan,"يا الله" dan tidak dapat menyerukan,"يا الرحمن". Kalau kata "الله" bukan dari asal kata, maka tidak boleh memasukkan huruf nida' (seruan) terhadap "ا" dan "ل". Ada juga yang ber pendapat bahwa kata Allah itu mempunyai kata dasar.
Lafadz (الرحمن الرحيم) merupakan dua nama dalam bentuk mubalaghah (ber makna lebih) yang berasal dari satu kata ar-Rahmah.
Namun kata ar-Rahman lebih menunjukkan makna yang lebih daripada kata ar-Rahim.
Dalam penyataan Ibnu Jarir, dapat dipahami adanya keterangan me ngenai hal ini. Sedangkan dalam tafsir sebagian ulama salaf terdapat ungkapan yang menunjukkan hal tersebut.
Al-Qurthubi mengatakan, dalil yang menunjukkan bahwa nama ini musytaq adalah hadits riwayat at-Tirmidzi, dari Abdurrahman bin Auf, bahwa ia pernah mendengar Rasulullah bersabda:
Artikel Rekomendasi