Network
BeritaSampang.com – Stunting merupakan kondisi tinggi badan anak lebih pendek dibanding tinggi badan anak seusianya. Dilansir dari Pikiran Rakyat, mayoritas kasus stunting terjadi karena pola asuh. Stunting juga bisa melanda keluarga dengan latar belakang ekonomi menengah ke atas.
Ahli Gizi sekaligus Ketua Indonesia Sport Nutrisionist Association, Dr. Rita Ramayulis, DCN, M. Kes, mengatakan, sebanyak dua per tiga kasus stunting terjadi karena faktor langsung berupa pola asuh. Dalam artian, stunting juga dipengaruhi oleh sikap ibu hamil maupun ibu menyusui dalam pemenuhan gizinya.
Menurutnya, tingginya kasus stunting karena pola asuh menunjukkan Indonesia masih gagal dalam menegakkan pola asuh yang sehat.
Baca Juga: Prediksi Statistik Jelang Laga Bali United VS Bhayangkara FC Dalam Lanjutan BRI Liga 1 2021
"Kita masih gagal di pola asuh. Banyak ibu memberi makanan asal anaknya kenyang, anaknya anteng," katanya dalam peluncuran buku 'Cegah Stunting ebelum Genting: Peran Remaja dalam Pencegahan Stunting' yang diselenggarakan Tanoto Foundation, Jumat 1 Oktober 2021.
Ia menambahkan, lantaran faktor pola asuh itu pula, kasus stunting kerap ditemui di keluarga dengan latar belakang ekonomi menengah ke atas. Tidak hanya keluarga miskin saja.
"Walaupun memang (yang) terbanyak itu di keluarga berlatar ekonomi rendah karena kaitannya dengan daya beli (makanan bergizi) yang rendah juga," tuturnya.
Menurut Rita, terdapat beberapa dampak jangka pendek dan jangka panjang bagi balita yang terkena stunting. Dampak jangka pendek berupa terganggunya perkembangan otak, pertumbuhan massa tubuh dan komposisi badan.
Baca Juga: Menteri Kelautan dan Perikanan menebar 100 ribu benih ikan di Desa Wisata Pamegarsari Bogor
Sementara jangka panjangnya adalah terganggunya kognisi, kekebalan kapasitas kerja dan berpotensi terkena penyakit, seperti diabetes, kanker dan penyakit jantung.
Artikel Rekomendasi