Penyerahan Talak Terkadang Dilakukan dengan Sindiran, Seperti Perkataan Suami: 'Jauhkan Aku Akan Dirimu'

- 31 Mei 2022, 19:13 WIB
Ilustrasi Perceraian. Kenali jenis talak sindiran/
Ilustrasi Perceraian. Kenali jenis talak sindiran/ /Pexels/Cottonbro/

BeritaSampang.com - Hanafiyah berpendapat bahwa talak jatuh pada satu talak, tetapi ba'in (terpisah selamanya), karena pemilikan kekuasaan yang diberikan suami terhadap urusan istri menghendaki hilangnya kekuasaan dari dirinya.

Jika istri menerima demikian itu dengan pemilihan sendiri, maka harus hilang kekuasaan suami dari dirinya dan tidak dapat dicapai bersama hak ruju'.

Penyerahan talak terkadang dilakukan dengan sindiran, seperti perkataan suami: "Jauhkan aku akan dirimu".

Bentuk ini tidak menjatuhkan talak kecuali dengan niat sebagaimana yang disebutkan Imam An-Nawawi. Penyerahan talak kepada sang istri tidak sah kecuali jika ia telah baligh dan berakal, demikian juga sang suami.

Baca Juga: Pendapat Asy-Syabini Al-Khathib tentang Pemilihan dari Pengaruh Perpisahan

Shighat penyerahan talak juga sah apabila kalimatnya bebas (tidak bergantung pada syarat), baik dengan shighat yang jelas maupun dengan sindiran (kinayah).

Ulama Syafi'iyah berbeda dua pendapat, dalam masalah penyerahan talak kepada istri, apakah pemilikan kekuasaan atau perwakilan:

Pertama, penyerahan suami kepada istri untuk menalak dirinya adalah pemilikan kekuasaan talak (tamlik ath-thalaq) karena bergantung bagaimana tujuan istri, seperti pada pemilikan kekuasaan yang lain.

la menempati ucapannya: "Aku berikan kekuasaan engkau untuk menalak dirimu", sebagaimana pendapat Imam Asy-Syafi'i dalam pendapat barunya (yaul jadid).

Baca Juga: Simak Style Keisya Levronka, Penyanyi dari Single Tak Ingin Usai yang Trending di Youtobe

Karena tindakan orang yang diberi kuasa bertindak untuk dirinya sendiri. Berbeda dengan tindakan seseorang sebagai wakil, ia bertindak untuk orang lain.

Sang istri di sini bertindak untuk diri sendiri, karena praktiknya ia melenyapkan ikatan orang lain dari dirinya, ini bertindak dari hak kuasanya.

Alasan lain, karena ucapan suami kepada sang istri: "Talaklah dirimu" tidak mungkin dijadikan wakil, karena seseorang tidak mungkin dijadikan wakil dari diri sendiri.

Berdasarkan pada pendapat ini talak dilaksanakan dengan segera, karena penalakan di sini menjadi jawab dari pemilikan kekuasaan seolah ia menjadi qabul.

Jika ia mengakhirkan sekadar terputusnya qabul dari ijab atau dipisah dengan pembicaraan yang banyak antara penyerahan talak dan penalakannya, kemudian ia menalak dirinya, maka ia tidak tertalak.

Baca Juga: Maksud dari Arti Talak Bebas dan Talak Tergantung atau Terikat

Akan tetapi, tidak dipersyaratkan segera jika seorang suami berkata kepada seorang istri: "Cerailah dirimu kapan saja engkau ber kehendak" atau "Aku wakilkan kepada engkau dalam menalak dirimu".

Kedua, penyerahan talak adalah perwakilan. Oleh karenanya diperselisihkan, apakah dipersyaratkan segera?

Menurut pendapat yang lebih shahih tidak dipersyaratkan segera sebagaimana dalam perwakilan orang lain.

Perbandingan pendapat yang lebih shahih dipersyaratkan segera karena adanya keraguan dalam pemilikan kuasa.

Berdasarkan pada pendapat kedua tentang karakter penyerahan, apakah dipersyaratkan qabul dengan lafal? Menurut pendapat yang kuat tidak dipersyaratkan qabul dengan lafal. Apakah suami berhak rujuk pada talak yang diserahkan kepada istri?

Jawabnya ya, suami berhak rujuk pada talak yang diserahkan kepada istri (talak tafwidh) sebelum wanita itu menalak dirinya sendiri, baik itu kami katakan perwakilan maupun penguasaan, suami boleh rujuk sebelum qabul.

Baca Juga: Pendapat Jumhur Fuqaha' bahwa Talak Tetap Terjatuh meskipun Tanpa Saksi

Jika suami rujuk apa yang telah dijadikan padanya atau ia berkata: "Aku rusak apa yang aku jadikan kepadamu" maka menjadi batal talak. Demikian menurut Atha', Mujahid, Asy-Sya'bi, An-Nukha'i Al-Awzai, dan Ishaq.

Jika suami rujuk kemudian wanita itu menalak dirinya, tidak jatuh talak baik wanita itu mengetahui rujuknya atau tidak mengetahui.

Az Zuhri, At-Tsauri, Malik, dan Ashhab Ar-Ra'yi berpendapat, tidak ada hak bagi suami untuk merujuk karena ialah yang menguasakannya demikian itu, ia tidak memiliki hak rujuk.

Baca Juga: Imbauan Presiden RI Jokowi agar Masyarakat Melakukan Vaksinasi 3 atau Vaksin Booster untuk Tetap Menjaga Tubuh

Apakah kekuasaan di tangan wanita dibatasi di majelis atau ditangguhkan? Imam Asy-Syafi'i, Al-Maliki, dan Al-Hanafiyah berpendapat,

kekuasaan di tangan wanita hanya selama di majelis. Tidak ada hak talak bagi wanita setelah berpisah di majelis karena pemilihannya sendiri dan itu hanya di majelis. Seperti perkataan suami: "Pilihlah untuk dirimu".

Ulama Hanabilah berpendapat bahwa hal tersebut tidak dibatasi di majelis, akan tetapi ditangguhkan. Ibnu Qudamah berkata:

"Selama suami memberi kekuasaan kepada istri maka talak di tangannya, tidak dibatasi di majelis sebelum dihapus oleh suami atau ia menggaulinya. Jika ia menggaulinya berarti ia rujuk, karena penguasaan berbentuk perwakilan.

Baca Juga: Chord Dasar Lagu 'Ngamen 5' Eny Sagita: Tak Sawang-sawang Kowe Ganteng Tenan

Tindakan suami pada apa yang diwakilkan berarti membatalkan perwakilan. Jika wanita itu menolak kekuasaan yang berikan kepadanya, maka batallah sebagaimana perwakilan menjadi batal sebab rusaknya penyerahan perwakilan."***

Editor: Nurul Azizah

Sumber: Buku Fiqh Munakahat (Khitbah, Nikah, dan Talak)


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkini