Perjanjian dalam Suatu Akad Pinangan Tidak Mempunyai Kekuatan yang Bersifat Kewajiban atau Keharusan

- 13 Januari 2022, 08:00 WIB
Ilustrasi wanita berhijab.
Ilustrasi wanita berhijab. /PIXABAY/Rizal Deathrasher./

 

BeritaSampang.com - Dampak Pindah Pinangan

Sebagaimana penjelasan di atas bahwa pinangan (khitbah) semata, sebatas janji nikah, tidak ada keharusan atau kewajiban sesuatu bagi kedua belah pihak.

Perjanjian dalam suatu akad tidak mempunyai kekuatan yang bersifat kewajiban atau keharusan.

Oleh karena itu, boleh saja bagi masing masing pihak merusak pinangannya dan meninggalkannya tanpa ada pemilikan pada pihak lain dengan sebenarnya seperti pemilikan per nikahan.

Keharusan dalam kondisi ini akan menyebabkan bencana atau kerusakan bagi sepasang suami istri dan masyarakat. Tidak ada keharusan dalam keputusan pada akad yang bahaya ('aqd al-khathir) ini.

Baca Juga: Percayalah, Allah Swt., Akan Selalu Mengingat Orang Ini, Penjelasan Ust. Adi Hidayat

Demikian pendapat yang kuat menurut fuqaha' syariah dan pendapat para tokoh perundang-undangan.

Terkadang salah satu pihak antara peminang dan wanita terpinang menggunakan cara pengikat atau pembebanan materi atau jasa pada pihak lain.

Jika peminang telah menyerahkan mahar yang disepakati atau sebagiannya atau telah menyerahkan lamaran dan atau sebagian hadiah lain. Atau pihak wanita yang memberi hadiah.

Bagaimana hukumnya pada kasus-kasus seperti ini; jika terjadi pengalihan peminangan salah satu pihak kepada orang lain setelah dengan terang-terangan meminang?

Baca Juga: Keharaman Meminang Wanita Dalam Masa Iddah Talak Raj'iMenurut Fuqaha'

Fuqaha sepakat jika berkaitan dengan mahar yang telah diserahkan maka bagi peminang boleh meminta kembali mahar tersebut secara mutlak, baik pengalihan pinangan itu dari pihak laki-laki atau pihak wanita dan atau dari kedua belah pihak.

Mahar tidak bisa dimiliki kecuali adanya akad nikah karena mahar merupakan bagian dari hukum nikah; hukum tidak akan timbul kecuali setelah adanya akad.

Selama akad belum dilaksanakan secara sempurna, mahar menjadi milik peminang secara murni, maka baginya boleh meminta kembali dalam segala kondisi.

Dengan demikian, jika mahar yang diserahkan masih ada, wajib dikembalikan barangnya.

Baca Juga: Cara Terbaik Menyikapi Orang-Orang yang Tidak Sopan Menurut AaGym

Jika barangnya sudah tidak ada, rusak atau dilebur diganti menjadi yang lain, wajib dikembalikan persamaannya atau jika tidak ada wajib dikembalikan harganya.

Wanita terpinang belum berhak memiliki apa yang telah diterima, karena akad yang menyebabkannya dan menyebabkan nafkah belum terealisasikan.

Adapun hadiah menurut ulama Hanafiyah seperti hukum hibah (pemberian).

Bagi peminang boleh meminta kembali seperti hibah kecuali ada yang mencegah atau terhalang seperti barangnya sudah rusak atau dilebur.

Baca Juga: Perempuan Boleh ke Masjid dengan Syarat dan Ketentuan Berlaku Menurut Ust. Abdus Somad

Jika hadiah berbentuk seperti cincin, jam, bahan pakaian dan atau makanan, peminang berhak meminta kembali selama barangnya masih ada.

Jika barangnya telah rusak, dilebur atau berubah keadaannya, misalnya cincin hilang, bahan sudah dijahit menjadi pakaian atau makanan sudah habis dimakan maka peminang tidak berhak meminta kembali, baik barangnya ataupun harganya.***

Editor: Solehoddin


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

x