BeritaSampang.com - Ulama Asy-Syafi'iyah mengambil dalil secara manqul, bahwa seseorang yang mampu menikah
Jika tidak khawatir dirinya melakukan perbuatan zina kemudian ia tinggalkan karena cinta beribadah, maka beribadah baginya lebih utama.
Karena Allah memuji Nabi Yahya dengan firman-Nya:
وسيدا وحضورا
Menjadi ikutan, menahan diri (dari hawa nafsu). (QS. Ali 'Imrân (3): 39)
Baca Juga: Hadis yang Melarang Membujang Tidak Berarti Meninggalkan yang Wajib, Ia Hanya Meninggalkan Mandub
Kata "Al-Hashûr" maknanya orang yang menjauhi wanita padahal ada kemampuan mendatanginya.
Andaikata menikah lebih afdhal daripada ibadah, tentu Allah tidak memuji Nabi Yahya yang tidak menikah. Di samping itu, menikah adalah transaksi pertukaran (mu'awadhah) sehingga sibuk beribadah lebih utama daripadanya.
Dalil rasional (ma'qul), pernikahan itu urusan duniawi, yakni untuk memenuhi kebutuhan jasmani seperti makan, minum, dan berpakaian.
Baca Juga: Dalil yang Dipergunakan Kaum Zhahiriyah dalam Pernikahan
Seseorang yang memenuhi kebutuhan biologisnya dengan pernikahan berarti sebagaimana memenuhinya dengan makan dan minum.
Orang yang melakukannya berarti mempertahankan instinknya.
Oleh karena itu, nikah berlaku bagi orang mukmin dan selain mukmin, orang baik dan orang jahat, dalam hal untuk memenuhi kebutuhan syahwatnya.
Artikel Rekomendasi