BeritaSampang.com - Hanafiyah berpendapat bahwa talak jatuh pada satu talak, tetapi ba'in (terpisah selamanya), karena pemilikan kekuasaan yang diberikan suami terhadap urusan istri menghendaki hilangnya kekuasaan dari dirinya.
Jika istri menerima demikian itu dengan pemilihan sendiri, maka harus hilang kekuasaan suami dari dirinya dan tidak dapat dicapai bersama hak ruju'.
Penyerahan talak terkadang dilakukan dengan sindiran, seperti perkataan suami: "Jauhkan aku akan dirimu".
Bentuk ini tidak menjatuhkan talak kecuali dengan niat sebagaimana yang disebutkan Imam An-Nawawi. Penyerahan talak kepada sang istri tidak sah kecuali jika ia telah baligh dan berakal, demikian juga sang suami.
Baca Juga: Pendapat Asy-Syabini Al-Khathib tentang Pemilihan dari Pengaruh Perpisahan
Shighat penyerahan talak juga sah apabila kalimatnya bebas (tidak bergantung pada syarat), baik dengan shighat yang jelas maupun dengan sindiran (kinayah).
Ulama Syafi'iyah berbeda dua pendapat, dalam masalah penyerahan talak kepada istri, apakah pemilikan kekuasaan atau perwakilan:
Pertama, penyerahan suami kepada istri untuk menalak dirinya adalah pemilikan kekuasaan talak (tamlik ath-thalaq) karena bergantung bagaimana tujuan istri, seperti pada pemilikan kekuasaan yang lain.
la menempati ucapannya: "Aku berikan kekuasaan engkau untuk menalak dirimu", sebagaimana pendapat Imam Asy-Syafi'i dalam pendapat barunya (yaul jadid).
Baca Juga: Simak Style Keisya Levronka, Penyanyi dari Single Tak Ingin Usai yang Trending di Youtobe
Artikel Rekomendasi