Sejarah Kurban: Kisah Ketaatan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail Terhadap Perintah Allah

- 29 Juni 2022, 15:12 WIB
Sejarah Kurban: Kisah Ketaatan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail Terhadap Perintah Allah /
Sejarah Kurban: Kisah Ketaatan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail Terhadap Perintah Allah / /manfredrichter / pixabay/

 

BeritaSampang.com - Ibadah kurban merupakan salah satu ibadah pemeluk agama Islam, dengan melakukan penyembelihan hewan ternak untuk dipersembahkan kepada Allah Swt.

Berkurban dilakukan pada bulan Zulhijah pada kalender Hujriah, yakni pada tanggal 10 pada hari Idul Adha serta 11, 12, dan 13 pada hari Tasyrik.

Dalam Al-Qur'an, terdapat dua peristiwa dilakukannya ritual kurban yakni oleh Qabil dan Habil yang merupakan dua putra Nabi Adam.

"Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil). Ia berkata (Qabil): "Aku pasti membunuhmu!". Berkata Habil: "Sesungguhnya Allah hanya menerima (kurban) dari orang-orang yang bertakwa". (Al Maaidah: 27)
 
Baca Juga: Manfaat Hujan bagi Kesehatan Tubuh Manusia

Peristiwa kedua adalah pada saat Nabi Ibrahim akan mengorbankan Nabi Ismail atas perintah Allah Swt.

Dalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Allah memberi perintah melalui mimpi kepada Nabi Ibrahim untuk mempersembahkan Ismail.

Keduanya mematuhi perintah tersebut dan tepat saat Nabi Ismail akan disembelih, Allah Swt., menggantinya dengan domba. Semua termaktub dalam petikan Surah As-Saffat ayat 102–111 yang menceritakan hal tersebut.

Bagaimana kisah Nabi Ibrahim yang saat itu ingin membunuh anaknya Nabi Ismail? Kisah ini menjadi tonggak disyari’atkannya ibadah qurban.
 
Baca Juga: Niat Puasa Arafah dan Keutamaan Menjalankannya

Kisahnya dijelaskan dalam ayat berikut
وَقَالَ إِنِّي ذَاهِبٌ إِلَى رَبِّي سَيَهْدِينِ (٩٩) رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ (١٠٠) فَبَشَّرْنَاهُ بِغُلَامٍ حَلِيمٍ (١٠١) فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يَا بُنَيَّ إِنِّي أَرَى فِي الْمَنَامِ أَنِّي أَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرَى قَالَ يَا أَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُ سَتَجِدُنِي إِنْ شَاءَ اللَّهُ مِنَ الصَّابِرِينَ (١٠٢) فَلَمَّا أَسْلَمَا وَتَلَّهُ لِلْجَبِينِ (١٠٣) وَنَادَيْنَاهُ أَنْ يَا إِبْرَاهِيمُ (١٠٤) قَدْ صَدَّقْتَ الرُّؤْيَا إِنَّا كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (١٠٥) إِنَّ هَذَا لَهُوَ الْبَلَاءُ الْمُبِينُ (١٠٦) وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ (١٠٦) وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآَخِرِينَ (١٠٨) سَلَامٌ عَلَى إِبْرَاهِيمَ (١٠٩) كَذَلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ (١١٠) إِنَّهُ مِنْ عِبَادِنَا الْمُؤْمِنِينَ (١١١)

“Dan Ibrahim berkata: “Sesungguhnya aku pergi menghadap kepada Rabbku, dan Dia akan memberi petunjuk kepadaku. Ya Rabbku, anugerahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang shalih. Maka Kami beri dia kabar gembira dengan seorang anak yang amat sabar. Maka tatkala anak itu sampai (pada umur sanggup) berusaha bersama-sama Ibrahim, Ibrahim berkata: “Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah apa pendapatmu?” Ia menjawab: “Wahai ayahku, kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu; insya Allah kamu akan mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar. Tatkala keduanya telah berserah diri dan Ibrahim membaringkan anaknya di atas pelipisnya, (nyatalah kesabaran keduanya). Dan Kami memanggilnya: “Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu, sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar. Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (yaitu) “Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim.” Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ia termasuk hamba-hamba Kami yang beriman.” (QS. Ash-Shaaffaat: 99-111)

Tafsiran Ayat Secara Global, ayat ini membicarakan tentang Nabi Ismail ‘alaihis salam, putera dari Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, bukan Nabi Ishaq.

Karena Nabi Ishaq baru disebut setelah itu, pada ayat 112 dan 113, Nabi Ismaiil lebih tua daripada Nabi Ishaq.
 
Baca Juga: Anjuran dan Larangan Bagi Umat Islam di Hari Tasyrik

Nabi Ismail dilahirkan ketika Nabi Ibrahim berusia 86 tahun, sedangkan Nabi Ishaq lahir ketika Nabi Ibrahim berusia 99 tahun.

Ketika Nabi Ismail berada dalam usia gulam dan ia telah sampai pada usia sa’ya, yaitu usia di mana anak tersebut sudah mampu bekerja yaitu usia tujuh tahun ke atas.

Nabi Ibrahim benar-benar sangat mencintai Nabi Ismail dan merasa putranya benar-benar sudah bisa mendatangkan banyak manfaat pada usia tersebut.

“Hai anakku sesungguhnya aku melihat dalam mimpi bahwa aku menyembelihmu.”
 
Nabi Ibrahim ‘alaihis salam berkata pada Nabi Ismail perihal dirinya yang hadir dalam mimpi untuk disembelih.
 
Baca Juga: Amalan Terbaik di 10 Hari Pertama Bulan Dzulhijjah, Berikut Penjelasan Ustadz Adi Hidayat

Perlu dipahami bahwa mimpi para Nabi itu wahyu yang mesti dipenuhi, dalam Hadits mawquf hanya sampai pada perkataan sahabat Ibnu ‘Abbas- disebutkan.

رُؤْيَا الأَنْبِيَاءِ فِي المنَامِ وَحْيٌ

“Penglihatan para nabi dalam mimpi itu wahyu.” (HR. Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 2: 431. Hadits ini kalau dikatakan marfu’ –sabda Nabi- itu dha’if. Yang benar, hanyalah perkataan sahabat atau hadits mawquf. Lihat tahqiq Tafsir Ibnu Katsir, 6: 386 oleh Syaikh Abu Ishaq Al-Huwaini hafizhahullah)

Dengan demikian demi mengharap ridho Allah Swt dan berbakti kepada orang tua, Nabi Ismail ridha jika dirinya disembelih sesuai dengan mimpi yang bermakna perintah tersebut. 
 
Kesiapan Nabi Ismail dalam menjalankan perintah tersebut di sampaikan kepada Nabi Ibrahim.

Niscaya akan didapati Ismail termasuk orang-orang yang sabar atas kehendak Allah Swt., kesabaran tersebut dikaitkan dengan kehendak Allah karena memang tanpa kehendak Allah, kesabaran tersebut tak bisa dicapai.

 
Ketika Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail telah berserah diri, Nabi Ibrahim sudah akan menyembelih putranya sendiri, buah hatinya Nabi Ismail.

Hal itu dilakukan untuk menjalankan perintah Allah Swt., dan takut akan siksa-Nya, Nabi Ismail pun telah mempersiapkan dirinya untuk sabar.

Nabi Ismail merendahkan diri untuk taat kepada Allah dan ridha pada orang tuanya, Nabi Ibrahim lantas membaringkan Nabi Ismail di atas pelipisnya.

Nabi Isma'il dibaringkan pada lambungnya lalu siap disembelih, kemudian Nabi Ibrahim memandang wajah Nabi Ismail ketika akan menyembelihnya.

Ketika dalam keadaan gelisah dan cemas, Nabi Ibrahim diseru dan dikatakan bahwa benar sekali ia telah membenarkan mimpi tersebut.
 
Baca Juga: Niat Puasa Arafah dan Keutamaan Menjalankannya

Ia telah mempersiapkan diri juga untuk penyembeluhan yang terjadi ketika itu pisau sudah dilekatkan di leher.

Lewat anak yang benar-benar Nabi Ibrahim cintai, Allah Swt., perintahkan untuk disembelih sebagai ujian yang diberikan oleh Allah Swt.

Akhirnya, Allah Swt., mengganti Nabi Ismail dengan domba yang besar sebagai tebusan, Nabi Ibrahim menyembelih seekor domba.
 
Itulah Nabi Ibrahim yang merupakan bagian dari orang beriman, orang yang berbuat ihsan, di sini yang dimaksud adalah dalam ibadah, yang mendahulukan ridha Allah daripada syahwat.
 
Lebih jelasnya mencurahkan kebaikan kepada hamba-hamba Allah dengan harta, ilmu, kedudukan, dan badannya.
 
Seperti yang dilakukan oleh Nabi Ibrahim kepada Nabi Ismail sebagai bentuk penghambaan kepada Allah Swt. 
 

Faidah dari Kisah Nabi Ibrahim dan Puteranya Ismail

1- Kisah ini terjadi setelah Nabi Ibrahim diuji akan dilemparkan dalam api, kemudian ia diperintahkan berhijrah.

Kisah Ibrahim ini menunjukkan keutamaan hijrah, hijrah pertama di muka bumi adalah hijrahnya Nabi Ibrahim dari Irak ke Syam.
Baca Juga: Surah Al-Fatihah dan Keterkaitannya dengan Rukyah

2- Yang ingin disembelih adalah Nabi Ismail ‘alaihis salam, bukan Ishaq seperti pernyataan sebagian ulama.

3- Kecintaan pada Allah Swt., mesti dikedepankan daripada kecintaan pada istri dan anak.

4- Orang beriman mesti diujin keimanannya.

Ibnu Taimiyah berkata, “Maksud dari perintah menyembelih di sini adalah Allah memerintah kekasihnya (khalilullah) untuk menyembelih putranya di mana perintah ini amatlah berat. Itulah ujian bagi Ibrahim untuk membuktikan kalau ia murni mencintai Allah dan menjadikan ia khalilullah atau kekasih Allah seutuhnya. Itulah tanda kecintaan yang sempurna pada Allah.” (Ar-Radd ‘ala Al-Mantiqin, hlm. 517-518)

5- Wajibnya taat dan berbakti pada orang tua selama dalam kebaikan.
 
Baca Juga: Niat Puasa Tarwiyah dan Keutamaan Menjalankannya

6- Mimpi para Nabi itu wahyu.

7- Disyari’atkannya ibadah qurban.

8- Orang yang dalam puncak kesulitan akan dibukakan jalan keluar.

Ibnu Katsir mengambil pelajaran dari kisah Ibrahim ini dengan mengatakan, “Itulah balasan bagi orang yang mentaati kami ketika berada dalam kesulitan dan kesempitan, maka dijadikan dalam urusan mereka jalan keluar. Dalilnya adalah firman Allah,

وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا (١) وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ إِنَّ اللَّهَ بَالِغُ أَمْرِهِ قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لِكُلِّ شَيْءٍ قَدْرًا (٣)

“Barangsiapa bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yang tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yang bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan yang (dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq: 2-3)
 
Baca Juga: Islam Menyikapi Perihal Menguburkan Mayat Dilaut

9- Ada balasan besar bagi orang yang berbuat ihsan, sabar dan taat pada Allah.

Peristiwa ini adalah ujian Allah Swt., pada Nabi Ibrahim ‘alaihis salam, menunjukkan akan kecintaan Ibrahim pada Rabbnya.***

Editor: Solehoddin

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x