Angka prevalensi merokok nasional yaitu 29 persen menempatkan Indonesia sebagai pasar rokok tertinggi ketiga di dunia setelah China dan India (WHO).
Berdasarkan laporan Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi perokok usia 15 tahun ke atas di Indonesia 33,8 persen. Jumlah itu didominasi laki-laki, 62,9 persen.
Konsumsi rokok pada perokok usia 10-18 tahun juga mengalami peningkatan 1,9 persen dalam 5 tahun (2013-2018), bahkan anak sudah mulai merokok sejak usia sekolah dasar.
"Karena harga rokok yang murah, bisa dibeli secara batangan, dan tidak ada larangan yang tegas bagi anak-anak untuk membeli rokok. Saat ini, harga jual eceran rokok di Indonesia masih tergolong rendah," katanya.
Ketua Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia, Dr. Ede Surya Darmawan menyampaikan apresiasinya kepada pemerintah karena menomorsatukan kesehatan publik jika ingin target utama RPJMN 2020-2024 tercapai dan sekaligus menikmati bonus demografi.
Ia menegaskan, upaya melindungi kesehatan masyarakat adalah upaya bersama semua pihak.
Peningkatan cukai dan harga rokok yang mahal merupakan salah satu peningkatan penerimaan negara, mengingat harga rokok di Indonesia paling murah di kawasan regional.
Kalah promosi
Dokter spesialis paru dari RS Santosa Kopo dr Rohmat Andiyadi, SpP berpendapat, kenaikan cukai rokok bagi sisi kesehatan memang diharapkan untuk menekan perokok demi kesehatan masyarakat yang lebih baik.
Hanya, naiknya cukai rokok itu ternyata tidak menyebabkan menurunnya jumlah perokok di Indonesia.
Artikel Rekomendasi