Naiknya Harga Rokok Karena Dilema antara Merusak Tubuh dan Penghasilan Negara

- 8 Januari 2022, 21:38 WIB
Ilustrasi rokok. Cukai hasil tembakau yang naik tak diambil pusing oleh industri rokok.
Ilustrasi rokok. Cukai hasil tembakau yang naik tak diambil pusing oleh industri rokok. /Pexels/Basil MK/

Angka prevalensi merokok nasional yaitu 29 persen menempatkan Indonesia sebagai pa­sar rokok tertinggi ketiga di dunia setelah China dan India (WHO).

Berdasarkan lapor­an Riset Kesehatan Dasar 2018, prevalensi perokok usia 15 tahun ke atas di Indonesia 33,8 per­sen. Jumlah itu dido­minasi laki-laki, 62,9 persen.

Konsumsi rokok pada pe­rokok usia 10-18 tahun juga mengalami peningkatan 1,9 persen dalam 5 tahun (2013-2018), bahkan anak sudah mulai merokok sejak usia sekolah dasar.

"Karena harga rokok yang murah, bisa dibeli secara batangan, dan tidak ada larangan yang tegas bagi anak-anak untuk membeli rokok. Saat ini, ­harga jual eceran rokok di Indonesia masih tergolong rendah," katanya.

Ketua Ikatan Ahli Kesehat­an Masyarakat Indonesia, Dr. Ede Surya Darmawan me­nyampaikan apresiasinya ke­pada pemerintah karena me­no­morsatukan kesehatan publik jika ingin target utama RPJMN 2020-2024 tercapai dan sekaligus me­nik­mati bonus demografi.

Ia menegaskan, upaya melindungi kesehatan ma­syarakat adalah upaya ber­sama semua pihak.

Pening­katan cukai dan harga rokok yang mahal merupakan salah satu pe­ning­katan penerima­an negara, mengingat harga rokok di Indonesia paling murah di kawasan regional.

Kalah promosi

Dokter spesialis paru dari RS Santosa Kopo dr Rohmat Andiyadi, SpP berpendapat, kenaikan cukai rokok bagi sisi kesehatan memang diha­rapkan untuk menekan perokok demi kesehatan ma­sya­rakat yang lebih baik.

Hanya, naiknya cukai rokok itu ternyata tidak menyebab­kan menurunnya jumlah perokok di Indonesia.

Halaman:

Editor: Solehoddin

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Rekomendasi

Terkait

Terkini